Sabtu, 15 September 2012

Renungan seorang saudara; Beda itu Indah

Beda itu indah. Tergantung. Yeap, tergantung apa yang beda, jika secara prinsipil, yah masalah. Tapi jika hanya masalah cabang yah nda masalah. Simple, tapi herannya banyak yang bikin jadi rumit bin ribet hingga mumet.

Rasanya sudah lama tidak menyentuh tuts-tuts keyboard lagi menumpahkan pikiran. Lebih banyak dilewatkan dengan rutinitas kerja yang makin tinggi (hehehehe, sok sibuk banget yah). Jadi rindu cuap-cuap pikiran lagi. Masalah perbedaan ini sontak melayang di kepala, saat bada’ jumat seorang kawan bertanya kenapa banyak aliran di Islam? Ada saya yang berbendera inilah, dia yang berbendera itulah, anu yang berbendera ginilah. Dan seperti biasa, saya menjawabnya dengan senyum diplomatis (maksudnya senyum, sambil mikir gimana cara menjelaskannya ke kawan saya itu). So, dengan senyum saya jawab, “ga ada masalah selama perbedaannya ga ushul alias pokok. Yang masalah kalo dah melenceng kaya ahmadiyah atau yang lagi heboh, aliran mesum. Lagian ini,itu ataupun anu bukanlah aliran, tapi adalah sebuah partai, jemaah, kelompok ataupun organisasi yang berbaju hijau dan menggusung ide Islam”. Dan teman saya akhirnya manggut-manggut, mungkin lain kali akan ada diskusi lagi tentang masalah ini. Semoga

Membahas masalah ini membuat saya teringat dengan 2 sahabat saya di kampus merah dulu. 2 sahabat yang selalu saling mendukung dalam dakwah dan study meskipun berbeda bendera. Sebuah persahabatan yang mustahil, kata beberapa kawan lainnya, mengingat sikap narsis  yang bercampur rasa paling benar dan ashobiyah yang tinggi diantara menjamurnya pergerakan dakwah kampus. Dan percaya tidak percaya kami bertiga adalah pengurus inti di lembaga dakwah yang berbeda. Namun ditengah perbedaan itu, kami bias bertahan, tetap saling mensuport, Alhamdulillah. Pernah satu waktu, seorang sahabat saya (anggaplah ukh  A) menangis karena mendengarkan berita dari pihak ketiga yang mendiskreditkan saya waktu itu, dan orang ketiga itu adalah kawan seoraganisasi sahabat saya yang satunya (anggaplah ukh B). Mendengarnya saya langsung mengajak A dan B juga pihak ketiga untuk berbicara. Bukankah masalah harus dibicarakan, karena kalau tidak akan jadi buntu. Saya mempertanyakan kalimat stigmatisasinya waktu itu, dan ajaib dia diam seribu bahasa, tanpa koment, juga tak ingin bertanya apalagi menjudge. Ketika saya desak, dia dengan rasa tersudut pun akhirnya berkata

“Kata K fulanah, saya nda boleh diskusi dengan anti, teknik diskusi anti hebat, dan bisa memutarbalikan fakta, bisa membuat orang percaya. Nanti saya bisa terinfeksi” Hehehehe, saya yang mendengarnya sedih bercampur, kecewa , bangga juga ingin ketawa. Sedih, karena pikirannya kok kaya gitu. Ga mau diskusi. Memangnya saya Israel atau Amerika apa? Jelas-jelas saya seorang muslimah yang artinya saudara dengan mereka. Bangga, karena sanjungannya yang terlalu tinggi namun aneh, karena pihak ketiga ini adalah juara debat. Nah loh…

“ Lah, kok takut? Emang saya Amerika apa? Yakin banget sih, kalau nanti anti bisa terinfeksi, tau darimana? Bagaimana coba kalau sebaliknya, yang terinfeksi saya? Lagian, bahasanya infeksi gitu, penyakit kaliii.” jawabku dengan  guyon dan cukup membuat cair suasanana. Sahabat ukh A pun ikut bicara
“Iya, yakin banget. Lagi pula, dia itu nda sejago itu. Buktinya, kami berdua sampai sekarang masih seperti ini. Sebenarya apa yang dikatakan k’fulanah itu sangat aneh dan menjatuhkan dirinya sendiri. Kalau merasa benar, kenapa takut diskusi? Takut diskusi itu kan bisa jadi indikasi takut kalah, kalau takut kalah nah indikasainya nda yakin dan merasa ada yang nda bener. Lagian dari diskusi itulah kita akan tau jalan pemikiran dia. Kalau cumin dari buku, trus percaya 100 % tanpa tanya orangnya langsung, itu mah bias masuk kategori fitnah. Dan fitnah kan lebih kejam dari pembunuhan. Hehehehe. Selain itu dah jatuh suudzon”
“Yeap. Tambahan lagi. Kalau kita merasa dia salah,” kali ini ukh B yang ngomong sambil nunjuk ke muka saya,”mestinya sebagai saudara adalah kewajiban kita menasehati, dan itu salah satunya dengan tabayyun, trus menasehati. Gitu kan?” Pihak ketiga manggut-manggut lagi. Dari tadi manggut-manggut terus yah. Setelah lama terdiam, akhirnya saya bicara lagi, lagian pihak ketiga dah mau cabut, dari tadi lirak-lirik jam tangan melulu.
“Saya harap, kita semua buktikan rasa sayang, rasa cinta  sama saudara kita. Orang bilang bukti cinta kalo kita memperhatikan org yg kita cintai. Memperhatiakan org yg kita cintai juga sama dengan memperlihatkan salahnya. Bukanakah kita sama2 yakin kalo tidak semua yg kita tau itu adalah kebenaran, dan tdk semua kebenaran itu kita tau ? Bukankah kita sama-sama tau juga, kalo sekarang pendapat kita adalah benar menurut kita dan org lain adalah salah, tapi tdk menutup kemungkinan sebaliknya ? Dan untuk itu semua kita butuh komunikasi butuh belajar”. Dan ketiga-tiganya mengangguk.  Pihak ketiga tersenyum, meminta maaf lalu meminta pamit. A yang tadi nangis jadi senyum lagi begitupun dengan B. Alhamdulillah drama itu tidak berakhir sampai kini. Hubungan kami bertiga masih sama, masih saling suport dalam suka dan duka, meski kemarin keduanya ga ada yang datang di acara walimahanku (hehehehehe, kangen sama kalian wi dan bunda), tapi tetap kami saling mendukung.

Akhirnya tulisan ini ga bermaksud membuat kalian terinfeksi, tapi kalo terinfeksi mah juga idak apa-apa. Monggo dan Alhamdulillah. Hehehehe
Nombok..
dimigrasikan dari kojiarrja.multiply.com yang dah mau ditutup 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar